Asal usul mendiang bos Apple, Steve Jobs, terus jadi bahan berita. Setelah diketahui ia ternyata punya darah Suriah, dari ayahnya, Abdul Fattah John Jandali, ada satu lagi temuan yang unik.
Setelah dirunut-runut, riwayat keluarga Jandali ternyata salah satu keluarga terkemuka di Homs, Suriah. Sepupu Steve Jobs, Bassma Al Jandali, menegaskan trah Jandali punya garis keturunan langsung dengan Nabi Muhammad SAW!
"Ayah Steve, Paman saya, Abdul Fattah John Jandali datang dari Homs. Keluarga Jandali adalah keluarga yang punya hubungan darah dengan keluarga Nabi Muhammad SAW," kata Bassma, seperti dikutip dari Gulf News. Basma adalah seorang jurnalis di Timur Tengah.
Steve Jobs Jandali pun ternyata punya nama Arab. Nama Arabnya adalah Abdul Lateef Jandali. Ketika ia lahir dan diadopsi oleh keluarga yang memberinya nama Steve Jobs.
Bassma bercerita, ketika kecil ibunya Bushra Jandali Rifa'e kerap mengatakan ada keturunan Jandali yang hidup di AS. Itu adalah pamannya, Abdul Fattah Jandali, yang juga ayah Steve Jobs.
Belakangan, paman Bassma lainnya Abdul Wahid, bercerita kalau Abdul Fattah Jandali akhirnya punya anak di luar nikah dengan Joanne. Anak itu akhirnya diadopsi oleh keluarga lain. Abdul Fattah memilih tak pulang ke Suriah karena malu akan skandalnya. Tapi akhirnya ia tetap menikahi Joanne dan punya puteri (adik Steve Jobs) bernama Mona Jandali Simpson.
"Kami memang tak pernah bertemu. Tapi kami semua di bawah trah Jandali tetap punya hubungan. Saya merasa seharusnya saya bertemu Steve. Seharusnya saya melepasnya, mengatakan sampai jumpa..," kata Bassma.
Rahasia Terbesar Dalam Hidup Steve Jobs
Semua orang pasti punya masa lalu, begitu juga dengan Steve Jobs. Keberhasilannya mendirikan Apple Inc, membuat banyak orang ingin mengetahui silsilahnya. Namun selama masa hidupnya, Steve tutup rapat-rapat rahasia itu semua dari publik.
Pada November 1996, wartawan New York Times, Steve Lohr, diajak oleh pendiri Apple, Steve Jobs, berjalan-jalan dengan mobil kesayangannya Porsche warna abu-abu. Sepanjang jalan di San Fransisco, AS, Steve bercerita banyak tentang pekerjaannya dan bercita-cita ingin membesarkan Apple.
Maklum, waktu itu setelah hengkang, Steve memutuskan untuk kembali ke Apple. Segala hal diceritakan Steve Jobs kepada Steve Lohr. Namun, dari semua yang dia tuturkan, tak satu terkait dengan silsilah dirinya. Padahal,waktu itu semua orang sudah mafhum kalau Steve Jobs adalah anak adopsi pasangan suami istri, Paul Jobs dan Clara Hagopian.
Dalam tulisannya yang diterbitkan oleh New York Times pada Januari 1997, Steve Lohr menuliskan, pria kelahiran 24 Februari 1955 itu nampak enggan membicarakan siapa sebenarnya keluarga kandungnya. Karena dia sendiri belumlah mengetahui persis bagaimana cerita itu. Namun yang pasti, Steve Jobs mengatakan kalau dirinya tidak akan pernah menyerah mencari siapa sesungguhnya orang tuanya atau pun saudaranya.
Sudah jadi Takdir Illahi, pada Kamis dini hari, 6 Oktober 2011 kemarin, waktu Amerika, dia meninggal karena sakit kanker pankreas. Kepergiannya, seraya menghantarkan terkuaknya rahasia terbesar dalam hidupnya.
Steve Jobs ternyata adalah anak dari Abdul-Fattah “John” Jandali, seorang lelaki muslim Suriah, dan pacarnya, Joanne Schieble adalah perempuan Kristen Amerika keturunan Jerman yang keluarganya terkenal konservatif. Saat Steve Jobs lahir, kedua kekasih yang tinggal di Wisconsin, AS ini sama-sama berusia 23 tahun.
Jandali lahir di Kota Horm, Suriah, pada 1931. Ia satu-satunya anak lelaki dari lima bersaudara. Ayahnya seorang tuan tanah. Pada umur 18 tahun, Jandali kuliah di Universitas Amerika di Beirut, Libanon, Ia dikenal sebagai pegiat yang mendukung Pan-Arab. Setelah lulus, Jandali menjadi imigran di Wisconsin, AS
Namun, hubungan Jandali dan Schieble tidak direstui orang tua masing-masing. Terutama ayah dari Schieble yang tidak menginginkan putrinya menikah dengan seorang muslim dan imigran Suriah juga. Perbedaan itulah yang membuat mereka harus mengurungkan niatnya untuk menikah seperti dilansir Jandali dalam wawancara dengan the New York Post, Agustus 2011.
Dengan adanya bayi tersebut, awalnya secara diam-diam, karena khawatir kuliahnya terganggu, Schieble membawa pergi Steve Jobs dari Wisconsin ke San Fransisco, AS Akhirnya mereka sepakat menyerahkan anak yang belum diberi nama itu kepada suatu keluarga yang ingin mengadopsi.
Menurut Jandali kepada Saudi Gazette, saat itu ada dua keluarga yang hendak mengadopsi anak mereka. Pertama adalah pasangan pengacara dan istrinya. Namun, mereka mengurungkan niatnya, karena bayi itu adalah laki-laki. Mereka berencana mengadopsi anak perempuan.
Pasang yang kedua ternyata jauh dari harapan. Mereka sendiri hidupnya, boleh dikata kurang mampu. Hanya mengenyam pendidikan setingkat sekolah menengah atas. Namun, keinginan yang besar justru diperlihatkan pasangan Paul Jobs dan Clara Hagopian untuk mengadopsi bayi itu. Maklum saja, selama tujuh tahun pernikahannya, pasangan ini belum juga dikaruniai seorang anak.
Melihat itu, akhirnya Schieble rela memberikan buah kasihnya kepada mereka dengan syarat mereka harus mampu menyekolahkan anak yang mereka adopsi hingga kuliah.
Dari sinilah, si jabang bayi Steve Jobs itu memulai hidup barunya. Paul dan Clara memberikan nama bayi adopsinya itu Stephen Paul Jobs yang kemudian akrab disebut Steve Jobs. Semasa kecilnya, Steve Jobs tergolong bocah yang nakal. Dia dikenal oleh teman-temannya di sekolah dasar sebagai "tukang teror". Salah satu kenakalannya waktu itu adalah melepaskan ular dan meledakkan petasan di kelas.
Steve Jobs kecil pun mulai beranjak dewasa. Dia sekolah di Homestead High Schoool di Cupertino, CA. Seusai sekolah, dirinya selalu meluangkan waktu untuk mendengarkan lektur dari Hewlett-Packard Company di Palo Alto tak jauh dari sekolahnya. Ketika musim panas, dia pun bekerja part time di sana. Bersama sahabatnya, Steve Wozniak. Pada tahun 1972 selepas SMA dan melanjutkan kuliah di Reed College di Portland, OR.
Namun dia hanya satu semester saja di tempat itu dan kemudian drop-out. Walau sudah tak lagi tercatat sebagai mahasiswa, Steve masih sering mengikuti kuliah, khusus untuk mata kuliah yang dia sukai saja selama 18 bulan. Ini jadi salah satu masa tersulit dalam hidupnya. Steve Jobs remaja, tidur di mana saja semaunya. Bila lapar datang, Steve Jobs mengumpulkan kaleng alumunium untuk dijual atau cari makanan gratis dari Kuil Hare Krisna di Portand.
Ia pun memutuskan untuk kembali ke California pada tahun 1974. Kemudian, dirinya ikut klub Homegrew Computer. Berbekal dari sana, dirinya diterima bekerja sebagai teknisi di perusahaan Atari (perusahaan Video Game). Di perusahan itu, dirinya tertarik dengan ajaran Budha. Di tahun itu juga, perusahaan itu mengizinkan dia berkelana ke India guna mempelajari Buddha Zen.
Sekembalinya dari India, layaknya seorang biksu, kepalanya botak, menggunakan jubah dan tidak makan daging. Dia pun kembali berkerja di Atari dan diberi tugas membuat circuit board yang cepat dan efisien. Sejak itulah, kehidupannya mulai berubah. Penghasilannya pun boleh dikata cukup berlimpah. Dan berkeinginan membuat perusahaan sendiri.
Keinginannya itu terkabul. Di tahun 1976, Steve Jobs, dan sahabatnya semasa remaja, Steve Wozniak yang kini telah menjadi seorang hacker dan Ronald Wayne, mendirikan perusahaan yang kini terkenal bernama Apple. Selain itu, mereka pun mendapatkan bantuan dana dari A.C. “Mike” Markkula Jr seorang insinyur dan produk marketing dari Intel Corp. Berkat kerja kerasnya, mereka buat Apple Inc. kini menjadi salah satu perusahaan terhebat di dunia sekaligus membawa Steve Jobs sebagai orang terkaya ke-136 versi majalah Forbes 2010 dengan kekayaan US$5,5 miliar kala itu.
Keberadaan orang tua kandungnya
Di saat Steve Jobs memulai kehidupan bersama Paul dan Clara, Abdulfattah Jandali dan Schieble memutuskan untuk berpisah. Tak lama kemudian, ayah Schieble meninggal dunia. Berbekal cinta yang kuat diantara mereka, Jandali dan Schieble bersatu kembali dan memutuskan untuk menikah. Setelah itu Joanne Schieble melahirkan anak kedua mereka yang diberni nama Mona Jandali.
Namun, hubungan keduanya kembali retak. Di usia Mona yang menginjak empat tahun, Jandali memutuskan kembali ke Suriah guna mengejar karier di pemerintahan Suriah. Tidak ingin ditinggal jauh, Schieble memutuskan bercerai. Ia kemudian menikah lagi dengan George Simpson.
Tak berbeda dengan Steve, adiknya, Mona pun bernasib sama. Dia harus dibesarkan di keluarga yang tidak utuh. Hingga akhirnya ibunya, Schieble menikah dengan Simpson. Sang ibu merubah namanya menjadi Joanne Simpson. Begitu juga anak bungsu Abdulfattah Jandali, berubah nama menjadi Mona Simpson.
Waktu berkata lain, Meski keluarga Jobs dan Simpsons hingga jatuh bangun membiayai anak-anak mereka, hasilnya justru luar biasa. Kedua kakak-beradik ini tumbuh menjadi sosok yang membanggakan di bidangnya masing-masing.
Steve Jobs sukses besar dengan Apple sementara Mona Simpson menjadi seorang penulis terkenal di Amerika Serikat. Buku pertamanya ‘Anywhere but Here’ berhasil menjadi bestseller di Negeri Paman Sam. Berkat buku inilah hubungan Steve Jobs dan keluarga aslinya terkuak.
Di pesta syukuran atas larisnya buku ‘Anywhere but Here’, Steve Jobs dan ibunya, Joanne Simpson, serta adiknya Mona Simpson berkumpul bersama untuk pertama kalinya. Sayangnya, Mona, Steve, dan Joanne kompak untuk tidak menceritakan secara detail mengenai kehidupan mereka kepada media massa. “Saya dan kakak saya sangat dekat. Saya sangat mengaguminya,” ujarnya Mona. Begitu juga Steve Jobs bahkan menyebut novelis itu sebagai sahabat yang paling dekat seperti dilansir the New York Times.
Meski telah menemukan keluarga asli, sulit bagi Steve Jobs untuk melupakan budi baik Paul dan Clara Jobs. Kerja keras orang tua angkatnya tersebut selalu menjadi inspirasi Steve Jobs. Atas dasar itulah, Steve Jobs tetap bungkam ketika ayah kandungnya, Abdulfattah Jandali, berbicara kepada The Sun dan Saudi Gazette tentang penyakit kanker yang dideritanya pada Agustus lalu. Sayangnya, sampai dengan akhir hayatnya Steve tidak pernah bertemu Jandali, ayah kandungnya.
Kepada tabloid the Sun, Agustus lalu, Jandali menyatakan keinginnya untuk bisa bertemu Steve Jobs. “Saya berharap sebelum terlambat ia akan menemui saya. Meski hanya untuk minum kopi, itu akan membuat saya senang sekali,” katanya.
Jandali menegaskan, keinginannya bertemu dengan sang anak bukan karena mengincar kekayaannya yang kini diperkirakan US$8 miliar. “Saya punya uang sendiri. Yang saya tidak punya adalah putera saya... itu membuat saya sedih.” ungkpanya. Tapi, Steve Jobs tidak mau menanggapi permintaan itu.
Kini, Jandali telah berusia 80 tahun dan tinggal di Reno, sebuah kota dekat Nevada. Profesor Ilmu Politik itu, bekerja sebagai wakil presiden di sebuah kasino ternama di kota itu.
SUMBER : PALINGSERU
SKALA NEWS
0 komentar:
Posting Komentar